Kamis, 20 November 2008

Di balik kesulitan tersimpan peluang

Kita masih ingat beberapa tahun lalu ketika bensin naik menjadi Rp.4,500 dari semula Rp.2,100 dan beberapa bulan kemudian naik lagi menjadi Rp.6,000. Demikian juga yang terjadi dengan BBM jenis lainnya termasuk solar yang menjadi Rp.5,500. Semua lapisan masyarakat terhenyak, ada yang bingung, jengkel, marah, panik, sedih, ngumpat dan segala macam reaksi lainnya. Semua dalam kondisi sulit, ibu rumah tangga sulit mengatur uang bulanan yang gak nambah, para pekerja laju bingung ngatur ongkos transportnya, pelaku usaha sulit menekan ongkos produksinya dan disisi lain daya beli turun drastis, tak terkecuali para nelayan di sepanjang pantura mulai dari Rembang, Juwana, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal juga kesulitan melaut.

Para nelayan ini sulit melaut karena biaya perbekalan yang naik drastis dan tidak bisa lagi tertutupi dengan hasil melautnya. Akibatnya banyak kapal yang digrounded/dicencang. Sebagai contoh kapal group jarum yang semula merajai PPI(Pangkalan Pendaratan Ikan) di Juwana akhirnya dicencang memenuhi kali juwana. Kisah yang sama juga terjadi disentra-sentra perikanan laut Jawa Tengah seperti Pekalongan, Tegal, Pemalang. Biaya perbekalan yang ratusan juta itu tidak bisa ditutup hanya dengan sekali melaut selama 3 minggu sampai 1 bulan walaupun pulang dengan muatan ikan penuh. Nelayan sudah mulai frustasi, kayak pepatah hidup segan mati tak hendak, kalau tidak melaut, mau ngapain? wong kerjanya emang di laut, tapi kalau melaut kok nombok terus. Capek deh....

Dari kesulitan seperti inilah kemudian muncul ide baru, yaitu 'kapal penampung'. Dengan adanya kapal penampung inilah, yang setahun terakhir ini bisa membuat kehidupan nelayan di Juwana bergairah kembali, layaknya 'bonggol suket teki' yang sudah kering berdebu lalu kesiram hujan, langsung semi tumbuh dan hijau kembali memenuhi ladang.

Sekarang ada 2 istilah kapal nelayan di Juwana:
1. Kapal penangkap: kapal yang dilengkapi dengan alat penangkap ikan.
2. Kapal penampung: kapal yang tidak dilengkapi alat penangkap, biasanya ukurannya lebih kecil, dengan muatan 20-25 ton ikan.
Kapal penampung ini idenya sederhana saja, karena tidak punya alat penangkap, mereka berangkat melaut belakangan setelah beberapa hari kapal penangkap berangkat. Setelah ada informasi bahwa kapal penangkap mendapat ikan tangkapan barulah kapal penampung ini meluncur. Jangan salah lho masing-masing kapal ini sudah dilengkapi dengan radio komunikasi yang memungkinkan bisa berkomunikasi antar kapal dan juga dengan Bos di darat. Selain itu juga dilengkapi dengan GPS (global positioning system) dan juga kompas. Jadi bukan perkara sulit bagi kapal penampung untuk menemukan posisi kapal penangkap. Bahkan ketika kapal-kapal ini berada dekat pulau-pulau kecil tengah laut seperti bawean, masalembo, kangean, para nelayan ini bisa bersms ria dengan keluarga di rumah karena layanan telpon selular juga sudah masuk kesana.

Kapal penampung ini pada dasarnya adalah pedagang ikan, mereka membeli ikan di tengah laut lalu menjualnya kembali di darat/PPI. Dengan transaksi ini kedua belah pihak diuntungkan. Kapal penampung untung dari selisih harga di tengah laut dan harga di darat, dan biaya perbekalannyapun tidak terlalu besar karena BBM hanya untuk pergi pulang saja, ABK (anak buah kapal) hanya sekitar 6-8 orang sehingga bekal makanan tidak terlalu banyak, beda dengan kapal penangkap yang jumlah ABKnya sekitar 30an orang.Kapal penangkap untung, karena mereka bisa menjual ikan tanpa harus mengorbankan BBM untuk pulang pergi, dan mereka bisa menangkap ikan lagi, jual lagi, tangkap lagi, jual lagi sampai hasil penjualannya bisa menutup perbekalan dan dapat untung barulah mereka pulang dengan penuh muatan ikan untuk dijual langsung ke PPI. Jadi jangan heran kalau kapal penangkap ini bisa 2 bulan di tengah laut. Beda dengan kapal penampung yang rata-rata 1 minggu sudah balik ke darat. Dalam 2 bulan tersebut kapal penangkap bisa membukukan penjualan rata-rata 400-500jt, bahkan ada yang 700jt. Wah lumayan juga ya, dengan 700jt bisa langsung beli armada lagi neh, walaupun seken.

Ada keuntungan lain yang bisa didapat oleh kapal-kapal penampung ini. Mereka bisa mendapatkan dagangan/ikan di tengah laut tanpa keluar uang sepeserpun. Kok bisa ya? Bisa saja, karena para pemilik kapal, nahkoda kapal dan ABK itu rata-rata adalah tetangga sendiri, mereka sudah saling kenal bahkan akrab, jadi dengan hubungan baik ini penampung bisa membawa ikan dan membayarnya nanti setelah selesai lelang di PPI dan pembayarannya langsung diserahkan ke pengurus/pemilik kapal penangkap bersangkutan. Enak kan...? Kecuali kalau membeli ikan dari kapal pekalongan/tegal, kita harus bayar kes. Tetapi ada beberapa yang sudah kenal, dan pola diataspun bisa diterapkan. Intinya adalah saling percaya. Sekali mereka berkhianat, selamanya tidak akan mendapatkan dagangan, karena kebusukkan itu akan dibrodkes ke semua kapal penangkap dan tamatlah riwayatnya.
Yo, siapa mau jemput peluang di tengah laut?

Tidak ada komentar: