Kamis, 24 Desember 2009

Malaspun Perlu Latihan dan Keberanian


“ah mosok sih, malas saja kok perlu latihan dan keberanian?” begitu gumamku dalam hati saat itu. Mungkin kalian juga akan sependapat dengan saya. Tapi eit…nanti dulu, begini ceritanya.


Adalah Pak Purdi E Chandra (www.purdiechandra.net/), bos Primagama, penebar virus entrepenuer paling dahsyat yang mengatakan itu kepada saya. Waktu itu pertengahan 2008 saya ada tugas kantor dan harus berangkat ke Medan. Siang itu saya berangkat dengan tiket kelas ekonomi dengan boarding pass no 17C. Entah kesalahan siapa ketika di ruang tunggu ternyata ada dua orang yang pegang boarding pass no 17C, saya dan seorang penumpang lainnya. Lalu saya coba meminta penjelasan kepada petugas dan akhirnya petugas bilang ke saya,”kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini dan bapak saya pindah ke bangku no 1B”. Artinya dengan tiket kelas ekonomi saya berhak duduk di bangku eksekutif, lumayan pikirku dalam hati, mengingat perjalanan Jakarta-Medan akan ditempuh dalam waktu 2 jam.


Dengan riang gembira saya masuk duluan ke kabin pesawat dengan harapan segera merasakan nikmatnya duduk di bangku eksekutif. Disaat penumpang lain masih berdesakan masuk pesawat, saya sudah duduk manis sambil minum orange juice. Sambil minum saya ‘clingak clinguk’ sendiri karena bangku sebelah saya memang masih kosong (kelihatan katrok kali ya, untung gak ada yang mengabadikan wajahku saat itu). Setelah semua penumpang masuk, gang mulai sepi, saya mulai berpikir jangan-jangan bangku sebelahku ini memang kosong lha wong harga tiket eksekutif sudah pasti mahal kok, kalau tidak Bos/pengusaha biasanya pejabat atau selebritis yang mampu beli tiket kelas ini. Tak lama kemudian lamunanku buyar ketika muncul seorang laki-laki dengan perawakan sedang pakai kaos dan celana jean nenteng sebuah koper. Laki-laki itu lewat samping saya lantas naruh koper di tray belakang kemudian kedepan lagi duduk di bangku no 1A dengan sebelumnya permisi dengan saya. Terus terang saya mulai agak keder saat itu, karena wajahnya saya pernah tahu dibeberapa poster/spanduk Primagama, pasti gak salah lagi deh ini yang namanya Pak Purdi E Chandra. Sejenak hening, saya diam saja sambil mendengarkan peragaan safety oleh pramugari selesai.


Pesawat mulai mengangkasa dan lampu mulai dinyalakan kembali. Pada saat itu dengan sedikit grogi saya beranikan untuk menyapa beliau. “Pak Purdi ya?” tanya saya. “Iya dik, kok tahu?” tanya beliau balik. “Iya tahu dong Pak, Bapak kan orang terkenal, Bapak yang punya Primagama itu kan?” lanjut saya. “Bukan, itu kan punya orang-orang itu, saya hanya tanda tangan saja kok” jawab Pak Purdi. Saya lihat di beberapa media bahwa Pak Purdi E Chandra ini sedang giat-giatnya menyebar virus entrepreneur, dia adalah seorang pengusaha sukses dan mempunyai media belajar menjadi pengusaha yaitu Entrepreneur University. Wah kesempatan bagus nih untuk ‘nyecep ilmu’ dari beliau ini. Akhirnya saya mulai membuka percakapan baru


Saya: “Boleh ngobrol Pak”
Pak Purdi: “O ya silahkan, tapi saya sedikit ngantuk ya”
Saya: “Boleh dong Pak bagi kiat-kiatnya untuk sukses jagi pengusaha seperti Bapak”
Pak Purdi: “Anda karyawan ya?
Saya: “Iya Pak, saya kerja di sebuah perusahaan penyedia telekomunikasi dan sekarang sedang ada tugas ke Medan”
Pak Purdi:”Gajinya gede dong”
Saya:”Ya lumayan Pak, tapi ya capek juga sudah 7 tahun saya mesti keliling seperti ini”
Pak Purdi:”Kalau mau jadi pengusaha gampang dik, syaratnya harus malas”
Saya:”Lho kok?”
Pak Purdi:”Lho iya, contohnya anda jadi karyawan masuk jam 8 pagi pulang jam 5 sore, setiap hari harus masuk kecuali hari libur, iya kan?”
Saya;”Iya Pak”
Pak Purdi:”Nah, kalau jadi pengusaha mau masuk jam berapapun gak masalah, orang gak ada yang marahi kok, coba anda karyawan telat pasti dimarahi sama Bos kan?”
Saya:”Iya Pak” kayaknya saya hanya iya-iya aja nih, karena masih bingung mau jadi pengusaha kok disuruh malas.
Pak Purdi: ”Bahkan tidak masuk seminggu, sebulan, setahunpun gak masalah, makanya kalau mau jadi pengusaha harus latihan malas, malaspun perlu latihan dan keberanian”
Saya:”walah, malas saja kok harus latihan dan butuh keberanian ya” (pikirku dalam hati)
Pak Purdi:”Kapan anda siap jadi pengusaha?”
Saya:”maunya secepatnya Pak”
Pak Purdi:”Secepatnya itu kapan? Besok, bulan depan, tahun depan atau nunggu pensiun? Kalau nunggu pensiun kelamaan. Kalau pengin cepet kamu harus latihan malas, mbolos sehari, dua hari, seminggu, lama lama nanti kan diPHK, nah kalau sudah diPHK jadilah pengusaha”
Saya: “walah kutu kupret ini, maksud hati mau minta ilmunya kok malah disuruh malas” (gumamku dalam hati) “piye to wong iki”


Selanjutnya ngobrol masalah lain, asal usul , ngalor ngidul dan akhirnya beliau pamit tidur dulu karena capek keliling, termasuk ke Medan ini beliau akan membuka seminar di Hotel Garuda Plasa Medan tapi sudah telat kata beliau. O halah pantesan kok saya disuruh belajar malas, ini pasti gara-gara malas nih jadinya telat. Sambil nunggu pesawat landing saya mulai mencerna sedikit demi sedikit kata-kata Pak Purdi tadi ‘malaspun perlu latihan dan keberanian’. Apa iya sih? Akhirnya pesawat landing di Polonia dan kami berpisah, Pak Purdie dijemput ke Hotel dan saya naik taksi menuju tujuan saya.


Sepulangnya di Jakarta saya masih penasaran dan mulai mencoba membuktikan kata-kata Bos Primagama beberapa hari lalu itu. Hari kerja adalah 5 hari, Senin-Jumat. Saya mulai berpikir kalau hari Senin saya gak masuk kayaknya enak nih, liburnya jadi 3 hari, lagian kalau Senin kan macetnya memang gila-gilaan. Akhirnya Senin saya mulai tidak masuk. Minggu berikutnya saya mulai mengamati, kalau hari Jumat sore jalanan macetnya minta ampun, orang-orang berburu pulang cepat, nah…kalau hari Jumat saya libur kayaknya enak juga nih. Akhirnya Jumat saya gak masuk, jadi seminggu saya cuma masuk Selasa-Kamis. Sejak saat itu saya mulai ngeh bahwa malas itu perlu latihan dan keberanian. Benar, pertama bolos saya juga was was, nanti kalau Bos saya nyariin gimana, kalau ada temen nanya saya jawab apa dong? Disitulah dibutuhkan keberanian. Akhirnya karena latihan, saya jadi semakin berani, seminggu saya tidak masuk kantor sama sekali, bahkan satu bulan saya hanya masuk 2-3 hari saja yaitu waktu ngisi timesheet dan habis gajian (tolong yang ini jangan ditiru ya, makan gaji buta). Bahkan suatu ketika saya ditanya oleh seorang kawan di komunitas TDA Bekasi, Pak Dewanto Purnomo namanya, beliau pakarindonesia (www.PakarIndonesia.com),WebMarketingIndonesia (www.WebMarketingIndonesia.com ) Beliau tanya begini,”besok kan hari kerja mas, emang sampeyan gak masuk kantor?” , “nggak Pak, saya kan mobile office, posisi sih boleh dimana aja tidak harus di kantor yang penting komunikasi jalan kerjaan jalan.” jawab saya, padahal beliau gak tahu kalau saya sedang latihan malas he…he…he…, maaf ya Pak Dewanto (kalau ingat Pak Dewanto ini jadi ingat seorang tokoh di sinetron Bajaj Bajuri karena seringnya minta maaf).


Pada suatu hari di awal 2009 saya dipanggil oleh Bos saya. Wah kayaknya akan kena marah besar nih, pikir saya. Ternyata dia bilang begini “Sis, karena pekerjaanmu yang sekarang sudah habis maka saya bermaksud mengalihkan posisi kamu ke pekerjaan yang baru, ini adalah kesempatan yang baik dan promosi buat kamu” . Tapi karena penyakit malas saya sudah akut akhirnya saya jawab “ malas Bos, saya kurang suka dengan pekerjaan itu, saya lebih suka diPHK saja”. “Saya jawab, saya tidak akan memPHK kamu dan tidak ada program PHK buat kamu, terus terang kamu masih dibutuhkan disini” jawab Bos saya. Akhirnya pertemuan itu menemui jalan buntu. Pertemuan kedua, ketigapun sama dan selanjutnya permasalahannya dilempar ke HRD. Selanjutnya saya dipanggil HRD, saya diminta dalam waktu satu minggu untuk memberikan jawaban atas penawaran yang telah disampaikan oleh Bos saya, menerima posisi itu atau akan di warning letter karena mangkir dari tugas. Sekali lagi saya tetep pada jawaban yang sama, saya diPHK saja (kayaknya memang sudah kronis penyakit malasku). Saya coba minta pendapat juga ke salah seorang teman, teman SMP-SMA saya, dia ketua SPSI di tempat kerjanya. Saya ceritakan permasalahan saya, lalu dia jawab “kamu salah, itu artinya kamu mangkir dari pekerjaan, seharusnya kamu terima sepanjang hak-hak kamu sebagai karyawan dan segala fasilitas yang terkait dengan pekerjaan baru itu dipenuhi. Kamu boleh menolak kalau hak-hak kamu diingkari, tapi kalau nggak ya nggak ada alasan untuk menolak. Kalau semua orang seperti kamu bisa bubar jalan perusahaan” Wah ndak kompak arek iki, maksud saya mau cari celah biar cepat diPHK malah disuruh menerima tawaran.


Namun apa hendak dikata di pertengahan Juli 2009 tepatnya tanggal 13 Juli 2009 jam 19:00 ketika saya sedang dijalan, dilampu merah Cibitung, ceritanya sedang perjalanan pulang dari SGC Cikarang ke rumah saya di Bumi Anggrek Bekasi, saya ditelepon oleh HRD, dia bilang”your wish come true Pak, besok Bapak datang menghadap saya, selamat ya” lho apaan nih kok pakai selamat segala, lalu saya jawab”OK Bu, besok saya datang”. Singkat cerita saya diminta untuk menandatangani surat perjanjian kesepakatan bahwa saya menerima untuk diPHK dengan perhitungan pesangon sekian sekian dan akan efektif satu bulan setelah surat tersebut saya tanda tangani. Enak juga pikir saya, sudah malas, diPHK disangoni lagi, terima kasih ya Bu, terima kasih Bos, semoga Tuhan membalas kebaikan anda semua. Tepat 14 Agustus 2009 menjelang bulan Ramadhan 1430H saya resmi keluar dari tempat dimana saya telah 8.5 tahun mengabdikan diri disana. Selamat tinggal kawan, hidup adalah pilihan dan pilihan saya adalah keluar untuk mengejar meraih mimpi besar saya dengan harapan baik saya akan lebih sukses dijalan yang baru ini sesukses atau bahkan lebih sukses dari orang yang telah menyebarkan virus ‘malas’ (baca: sukses) kepada saya yaitu Bapak Purdi E Chandra. Terima kasih Pak Purdi, kata kata anda memang ces pleng.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

nice story...

Unknown mengatakan...

sangat inspiratif pak memang untuk berani harus nekat plus yakin